Otaru Cakes - Baumkuchen Kue Lapis Ala Jepang
Rasanya tidak lengkap jika penggemar makanan Jepang di Jakarta, belum
mencicipi cita rasa Baumkuchen, pastry khas ‘Negeri Sakura’.
SEKILAS tampilan baumkhucen (baca: baumukuhen) seperti kue lapis yang biasa kita santap. Bedanya, baumkuchen berbentuk lingkaran dan cita rasanya pun berbeda.
Pitarto Lauda, pemilik toko Otaru Cakes di Kawasan Kemang dan Plaza Indonesia, Jakarta, menjelaskan bahwa perbedaan baumkuchen dengan lapis legit terletak pada penggunaan butter. Baumkuchen menggunakan sedikit butter, sehingga ketika dipegang tidak terasa minyaknya. Sedangkan lapis legit menggunakan banyak butter, sehingga jika dipegang sangat berminyak. “Jadi otomatis rasanya pun berbeda,” papar Pitarto yang mempelajari reserp serta teknik pembuatan baumkuchen di Jepang.
The King of Cakes
The King of Cake merupakan julukan yang diberikan pada baumkuchen karena proses pembuatannya yang sulit. Dibutuhkan waktu kurang lebih dua jam untuk membuat satu buah kue berukuran besar, mulai dari proses timbang bahan sampai jadi.
Mengapa begitu rumit? Pitarto menjelaskan, pembuatan baukumchen menjadi rumit karena banyak layer atau lapisan. Untuk kue berukuran besar yang berdiameter 15 cm dan tebal 5 cm diperlukan 23 layer. Lalu untuk diameter 7 cm dan tebal 2,5 cm, dibutuhkan sedikitnya 18 layer.
Jika dilihat dari sejarahnya, baumkuchen bukanlah kue asli Jepang. Tahun 1919, seorang warga negara Jerman bernama Karl Jucheim membawa keahlian membuat baumkuchen ke Jepang, dan pertama kali diperkenalkan di Kota Hiroshima, Yokohama dan Kobe. Entah karena rasanya cocok dengan lidah orang Jepang, sejak saat itu, baumkuchen yang dalam bahasa Jerman berarti pohon kue ini menjadi populer. “Jadi usia baumkuchen di Jepang sudah sekitar 90 tahun. Jenis kue ini lebih popular di Jepang dibandingkan dengan Negara asalnya, Jerman,” ujar Pitarto.
Untuk menjaga kekhasan rasa, Pitarto tetap menjaga keaslian proses pembuatan baumkuchen dengan menggunakan peralatan tradisional berupa batang besi yang secara khusus didatangkan dari Jepang. Dalam pembuatannya, batang besi diputar di atas panggangan dengan cara melapiskan adonan secara merata menggunakan kuas. Batang besi tersebut harus terus diputar agar menghasilkan bentuk lingkaran kue yang sempurna. Tiap lapis dibiarkan berputar sampai lapisan itu berubah warna menjadi kecokelatan sebelum layer adonan yang baru dilapiskan lagi di atasnya. “Cara memutarnya kurang lebih sama seperti ketika kita memasak kambing guling,” ujar Pitarto.
Ketika dipotong, kue yang sudah jadi terlihat seperti potongan sebuah batang pohon dengan lingkaran menyerupai cincin berwarna keemasan di tengahnya. Konon lingkaran cincin ini melambangkan mahkota dan kemakmuran.
Aman untuk Penderita Diabetes
Ada empat varian rasa Baumkuchen, yakni orisinal, cokelat, tiramisu, dan green tea. Ke depan, Pitarto bercita-cita menambah varian baru, disesuaikan dengan cita rasa Indonesia. Tentang bahan dasar baumkuchen, Pitarto mengatakan sama seperti bahan membuat jenis cake lainnya. Sebut saja tepung terigu, mentega, gula pasir, telur dan garam. Yang membedakan adalah penambahan rasa tertentu di dalamnya.
Pitarto membuka rahasia, baumkuchen akan semakin nikmat jika disajikan dalam kondisi dingin. Sebelum dihidangkan, kue ini harus masuk kulkas selama kurang lebih satu jam. "Dengan begitu seasoning kue akan tetap bulat. Setelah itu baru siap dipotong. Ketahanan kuenya sendiri dua minggu jika disimpan di kulkas. Di suhu ruangan, kue tahan hanya enam hari," katanya.
Pitarto memproduksi baumkuchen dalam ukuran besar dan kecil. Ukuran besar dijual dengan harga Rp95.000, sedangkan yang kecil Rp18.000. Selain baumkuchen, tersedia juga cookies baumkuchen. Harga untuk kemasan besar Rp35.000, dan yang kecil Rp12.000. Harga tersebut kata Pitarto jauh lebih murah dibandingkan dengan baumkuchen impor. “Rasanya enak, dapat dinikmati oleh segala usia, mulai dari orang tua sampai anak-anak. Selain itu, baumkuchen aman bagi penderita diabetes karena kadar gulanya sangat rendah," tutur Pitarto.
Jika Anda penasaran, silakan dating mencicipi langsung. Baumkuchen bisa dinikmati di tempat atau pun dibawa pulang.
SEKILAS tampilan baumkhucen (baca: baumukuhen) seperti kue lapis yang biasa kita santap. Bedanya, baumkuchen berbentuk lingkaran dan cita rasanya pun berbeda.
Pitarto Lauda, pemilik toko Otaru Cakes di Kawasan Kemang dan Plaza Indonesia, Jakarta, menjelaskan bahwa perbedaan baumkuchen dengan lapis legit terletak pada penggunaan butter. Baumkuchen menggunakan sedikit butter, sehingga ketika dipegang tidak terasa minyaknya. Sedangkan lapis legit menggunakan banyak butter, sehingga jika dipegang sangat berminyak. “Jadi otomatis rasanya pun berbeda,” papar Pitarto yang mempelajari reserp serta teknik pembuatan baumkuchen di Jepang.
The King of Cakes
The King of Cake merupakan julukan yang diberikan pada baumkuchen karena proses pembuatannya yang sulit. Dibutuhkan waktu kurang lebih dua jam untuk membuat satu buah kue berukuran besar, mulai dari proses timbang bahan sampai jadi.
Mengapa begitu rumit? Pitarto menjelaskan, pembuatan baukumchen menjadi rumit karena banyak layer atau lapisan. Untuk kue berukuran besar yang berdiameter 15 cm dan tebal 5 cm diperlukan 23 layer. Lalu untuk diameter 7 cm dan tebal 2,5 cm, dibutuhkan sedikitnya 18 layer.
Jika dilihat dari sejarahnya, baumkuchen bukanlah kue asli Jepang. Tahun 1919, seorang warga negara Jerman bernama Karl Jucheim membawa keahlian membuat baumkuchen ke Jepang, dan pertama kali diperkenalkan di Kota Hiroshima, Yokohama dan Kobe. Entah karena rasanya cocok dengan lidah orang Jepang, sejak saat itu, baumkuchen yang dalam bahasa Jerman berarti pohon kue ini menjadi populer. “Jadi usia baumkuchen di Jepang sudah sekitar 90 tahun. Jenis kue ini lebih popular di Jepang dibandingkan dengan Negara asalnya, Jerman,” ujar Pitarto.
Untuk menjaga kekhasan rasa, Pitarto tetap menjaga keaslian proses pembuatan baumkuchen dengan menggunakan peralatan tradisional berupa batang besi yang secara khusus didatangkan dari Jepang. Dalam pembuatannya, batang besi diputar di atas panggangan dengan cara melapiskan adonan secara merata menggunakan kuas. Batang besi tersebut harus terus diputar agar menghasilkan bentuk lingkaran kue yang sempurna. Tiap lapis dibiarkan berputar sampai lapisan itu berubah warna menjadi kecokelatan sebelum layer adonan yang baru dilapiskan lagi di atasnya. “Cara memutarnya kurang lebih sama seperti ketika kita memasak kambing guling,” ujar Pitarto.
Ketika dipotong, kue yang sudah jadi terlihat seperti potongan sebuah batang pohon dengan lingkaran menyerupai cincin berwarna keemasan di tengahnya. Konon lingkaran cincin ini melambangkan mahkota dan kemakmuran.
Aman untuk Penderita Diabetes
Ada empat varian rasa Baumkuchen, yakni orisinal, cokelat, tiramisu, dan green tea. Ke depan, Pitarto bercita-cita menambah varian baru, disesuaikan dengan cita rasa Indonesia. Tentang bahan dasar baumkuchen, Pitarto mengatakan sama seperti bahan membuat jenis cake lainnya. Sebut saja tepung terigu, mentega, gula pasir, telur dan garam. Yang membedakan adalah penambahan rasa tertentu di dalamnya.
Pitarto membuka rahasia, baumkuchen akan semakin nikmat jika disajikan dalam kondisi dingin. Sebelum dihidangkan, kue ini harus masuk kulkas selama kurang lebih satu jam. "Dengan begitu seasoning kue akan tetap bulat. Setelah itu baru siap dipotong. Ketahanan kuenya sendiri dua minggu jika disimpan di kulkas. Di suhu ruangan, kue tahan hanya enam hari," katanya.
Pitarto memproduksi baumkuchen dalam ukuran besar dan kecil. Ukuran besar dijual dengan harga Rp95.000, sedangkan yang kecil Rp18.000. Selain baumkuchen, tersedia juga cookies baumkuchen. Harga untuk kemasan besar Rp35.000, dan yang kecil Rp12.000. Harga tersebut kata Pitarto jauh lebih murah dibandingkan dengan baumkuchen impor. “Rasanya enak, dapat dinikmati oleh segala usia, mulai dari orang tua sampai anak-anak. Selain itu, baumkuchen aman bagi penderita diabetes karena kadar gulanya sangat rendah," tutur Pitarto.
Jika Anda penasaran, silakan dating mencicipi langsung. Baumkuchen bisa dinikmati di tempat atau pun dibawa pulang.
No comments:
Post a Comment